Sekiranya ada kesilapan pada transkrip, sila rujuk video asal untuk semakan.
Jarang Ibadah tapi Sukses? Ini Penjelasannya
Hamba Allah Tweet
Kita sering melihat orang-orang yang zalim tampak semakin kuat, walaupun mereka tidak pernah beribadah. Misalnya, ada individu yang menjalankan perniagaan dengan lancar tanpa melakukan sebarang amalan ibadah. Dalam hal ini, kita tidak seharusnya merasa iri pada mereka. Kita adalah ahli akhirat, sementara mereka adalah ahli dunia; jadi, tidak ada kaitannya untuk merasa iri kepada mereka.
Jika ingin merasa iri, seharusnya kita iri kepada anak sekecil empat tahun yang buta tetapi sudah dapat menghafal Al-Quran. Kita yang berusia 40 tahun dengan penglihatan sempurna mungkin tidak mampu berbuat demikian. Rasa iri ini tidak termasuk dalam ghibah. Namun, merasa iri kepada hal yang tidak ada bandingannya adalah tidak relevan. Ahli surga tidak perlu merasa iri kepada orang-orang yang belum jelas mendapatkan surga.
Allah telah memberikan ketenangan dalam jiwa kita. Segala urusan duniawi ini tidak akan dibawa bersama ketika kita meninggal. Bekal untuk akhirat adalah ibadah kita kepada Allah. Jika kita diberikan sedikit harta, itu tidak sama dengan banyak seperti yang dimiliki orang lain; hal ini seharusnya menjadi bekal untuk ibadah, bukan untuk bersikap berlebihan dalam urusan dunia.
Hati-hati, jika kita diberikan lebih, itu juga seharusnya menjadi bekal untuk ibadah, bukan untuk dipamerkan. Mungkin ada orang yang tidak mempunyai harta tetapi telah banyak melakukan tahajud dan berpuasa. Walau hidup sederhana, mereka mungkin memiliki kedekatan yang lebih dengan Allah.
Kita harus fokus pada ibadah dan meningkatkan infak serta sedekah kita. Allah berfirman bahwa banyak harta yang dikumpulkan tanpa ibadah hanya akan menjadi sumber maksiat dan dosa. Harta yang diperoleh dengan cara yang salah tidak akan membawa kenyamanan di akhirat, malah hanya menumpuk dosa.
Di akhir waktu, mereka yang seperti ini akan menyesal dan memohon kepada Allah untuk memberikan mereka kesempatan memperbaiki diri. Oleh itu, jangan pernah merasa iri dan pesimis dengan kehidupan orang-orang yang tidak menyembah Allah tetapi tetap terlihat sejahtera. Kesejahteraan duniawi mereka hanyalah satu fatamorgana yang jika mereka tidak bertobat, akan berakhir dengan penyesalan di akhirat.
Mari kita tingkatkan ibadah dan usahakan untuk merasakan kenyamanan hidup di dunia serta kebahagiaan di akhirat. Kita perlu membuat pilihan: adakah kita ingin miskin di dunia tetapi kaya di akhirat, kaya di dunia tetapi miskin di akhirat, atau kaya di dunia dan kaya di akhirat? Pilihan yang terbaik adalah yang terakhir.
Ini juga menunjukkan bahawa orang-orang seperti Abu Bakar dan Uthman, yang kaya, tetap boleh masuk surga. Misalnya, Abdurrahman bin Auf, seorang sahabat Nabi yang kapaknya terbuat dari emas, mungkin tidak ada tandingannya dengan orang terkaya di dunia sekarang seperti Bill Gates. Dalam konteks ini, kekayaan yang benar adalah yang digunakan untuk ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah.
Kami sedang mencari editor yang berkelayakan untuk memperbaiki transkrip serta mentakhrij dalil yang dinyatakan asatizah. Oleh itu, sumbangan dari pengguna sangat kami perlukan untuk tujuan ini. Setiap sumbangan sangat kami hargai. Semoga ianya menjadi saham yang mengalir sampai akhirat. Amin!
10 Pembaca Terbanyak