Sekiranya ada kesilapan pada transkrip, anda boleh rujuk video ini untuk semakan.
Kami sedang mencari editor yang berkelayakan untuk memperbaiki transkrip serta mentakhrij dalil yang dinyatakan asatizah. Oleh itu, sumbangan dari pengguna sangat kami perlukan untuk tujuan ini. Setiap sumbangan sangat kami hargai. Semoga ianya menjadi saham yang mengalir sampai akhirat. Amin!
Kita melanjutkan pembahasan kita dari kitab Talbis Iblis karya al-Imam Ibnul Jauzi al-Hambali rh. Kita sudah menyelesaikan mukadimah. Kemudian pada pertemuan lalu telah kita bahas juga tentang Talbis Iblis terhadap orang-orang yang memiliki aqidah-aqidah yang menyimpang dan agama-agama yang menyimpang. Dan kita masih belum selesai dari bab tersebut iaitu bab 5, tentang orang-orang yang memiliki aqidah-aqidah yang menyimpang.
Di sini Imam Ibnul Jauzi rh membuat subjudul dengan judul “Zikru Talbisihi ala al-Falasifa wa Taabiihim”. Iaitu penyebutan tentang Talbis Iblis terhadap kaum Falasifah. Maksudnya ahli filsafat Yunani “wa Taabiihim”. Dan orang-orang yang mengikuti ahli filsafat Yunani tersebut. Kita sudah singgung sebelumnya tentang para filsuf. Di sini Imam Ibnul Jauzi rh kembali mengulang tentang pemikiran-pemikiran Falasifah. Bagaimana setan masuk dalam pemikiran mereka sehingga mereka ngelantur dalam berbicara tentang teologi, tentang ketuhanan.
al-Imam Ibnul Jauzi rh menyebutkan bahwasanya Falasifah ini seperti Socrates, Plato, Aristotles, Platunis dan yang lain-lainnya, mereka adalah orang-orang yang sangat cerdas. Mereka menulis tentang hal-hal yang terkait dengan perkara-perkara “Hissiah” yang nampak. Biologi, atau kimia, atau fisika, dengan otak mereka yang luar biasa cerdasnya. Kemudian pemikiran mereka tersebut dituangkan dalam buku-buku yang mereka tulis. Bahkan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Terutama di zaman khalifah al-Makmun sehingga kaum muslimin terpesona dan kagum melihat pemikiran orang-orang Falasifah yang luar biasa.
Artinya hal-hal ini belum pernah dibicarakan oleh kaum muslimin. Tentang hal-hal yang begitu detail. Tentang perkara dunia, tentang biologi, tentang kimia, tentang fisika. Ternyata orang-orang Yunani sudah sampai pemikiran mereka tentang hal-hal tersebut. Tapi yang jadi masalah, ketika mereka kemudian berbicara tentang teologi, tentang ketuhanan, mereka berpangku kepada kecerdasan otak mereka. Mereka tidak menyambut sinar kenabian. “Nurun Nubuwwah”. Mereka tidak berusaha melihat penjelasan para nabi, para anbiya’, para rasul. Mereka ingin memikirkan tentang Tuhan secara “istiqlal”, secara merdeka. Akhirnya mereka pun ngawur, karena otaknya di luar kemampuan untuk berbicara tentang Tuhan.
Otak kita hanya bisa menangkap tentang Tuhan secara global. Tuhan itu ada. Ini jelas. Otak kita bisa mengantarkan kepada hal tersebut. Akal kita bisa mengantarkan Tuhan itu ada. Tuhan itu Maha Kuasa. Tuhan itu Maha Dahsyat dan yang lainnya. Tetapi secara detail tentang Tuhan bagaimana?, Proses penciptaan bagaimana?, Ini semua tidak bisa diduga bagaimana. Oleh karenanya mereka terjebak dengan “Zunun” mereka.
Kata Ibnul Jauzi, orang-orang Falasifah ini, ketika mereka berbicara tentang teologi, mereka tidak punya landasan. Apa yang mau dijadikan landasan untuk dianalogikan. Kalau bicara tentang perkara yang “Hissiyyah”, perkara yang nampak, oke. Bicara tentang biologi, tentang fisika, tentang kimia, tentang medis. Tapi ketika bicara tentang sesuatu yang ghaib yang tidak bisa dianalogikan dengan perkara yang nampak, maka ini sulit. Sehingga mereka akhirnya hanya berbicara dengan “Zann”, dengan persangkaan.
Kata Ibnul Jauzi rh, mereka bersendirian dengan otak mereka, akal mereka, pendapat mereka. Dan mereka berbicara hanya sekedar konsekuensi dari persangkaan-persangkaan mereka. Tanpa menengok kepada ajaran-ajaran para nabi. Akhirnya timbullah berbagai macam pendapat di kalangan mereka. Yang menakjubkan, Ibnul Jauzi mengatakan ketika mereka menjelaskan tentang Falasifah yakni tentang perkara yang yang “Hissiyyah”, yang nampak, maksudnya biologi, kimia, fisika, rata-rata mereka sepakat. Khilaf mereka tidak seberapa. Tapi ketika mereka sudah bicara tentang ketuhanan, karena tiada landasan, akhirnya mereka pun banyak khilaf. Karena memang sesuatu tidak bisa jadi landasan untuk berpikir. Akal ini keterbatasan.
Maka saya sering sampaikan, kita nggak usah bicara tentang masalah Allah SWT. Ruh saja, yang ada pada jasad kita, yang selalu hadir bersama kita, kita nggak bisa menerangkan tentangnya. Ruh itu dari unsur apa?. Bagaimana bentuknya?, gemuk atau kurus?, panjang atau apakah, dari unsur mana?, bagaimana dia beredar di dalam jasad?, bagaimana?. Kita nggak tahu. Sehingga kalau ada 1000 pakar biologi, atau pakar fisika, atau pakar kimia, sudah berbicara tentang ruh, akan ada 1000 pendapat. Atau mungkin 1001 pendapat. Karena tidak ada landasan untuk dijadikan pegangan, untuk bisa berbicara tentang ruh.
Makanya Allah berfirman “Yasalunaka Anir Ruh”. Mereka bertanya kepada engkau tentang ruh. Katakanlah ruh adalah urusan rabb. Kalian tidak diberikan ilmu, kecuali cuma sedikit. Kalau ruh saja tidak bisa kita berbicara tentangnya, apalagi tentang Allah SWT. Bicara tentang jin aja. Bagaimana jin bisa bertasyakkul, bisa menjelma. Siapa bisa jelaskan secara ilmiah?. Kemampuan ilmu manusia terbatas. Bagaimana menjelma bisa tiba-tiba berubah menjadi hewan, jadi wanita cantik?. Bagaimana dia bisa masuk dalam tubuh manusia?. Bagaimana dia bisa menguasai akal manusia?. Siapa yang bisa jelaskan. Bagaimana dia bisa berbicara dengan suara manusia?. Siapa yang bisa jelaskan secara ilmiah. Kawan saya punya ponakan kemasukan jin. Tahu-tahu bisa nyanyi lagu Tembang Jawa. Padahal dia nggak tahu Bahasa Jawa. Siapa yang bisa jelaskan?. Ini ghaib. Jin ghaib. Apalagi kita bicara tentang Khaliq, Sang Pencipta.
Ketika kaum Falasifah tidak punya landasan, mereka hanya berbicara berdasarkan persangkaan mereka sahaja. Akhirnya mereka ngawur dan berselisih dengan perselisihan yang sangat banyak.
Akidah Falasifah tentang Tuhan, tentang Pencipta, ada beberapa mazhab.di kalangan mereka. Di antaranya ada yang mengatakan bahwasanya Tuhan tidak ada, Pencipta tidak ada. Mereka adalah ad-Dahriyyah. Udah, selesai. Dia bilang Pencipta tidak ada. Alam terjadi begitu saja, tanpa ada Pencipta. Mudah. Mazhab yang lain ada banyak pandangan berkaitan Pencipta.
Ini pendapatnya Socrates, Plato, Aristotle. Sebagaimana ditulis dalam buku-buku mereka. Bahwasanya mereka menetapkan alam ini tercipta dari “i’llah Tammah” yakni Kausa Prima dalam bahasa kerennya.
Pendapat pertama adalah alam tercipta dari Kausa Prima. Mereka katakan bahwasanya Kausa Prima adalah sesuatu yang sangat simpel dan dia statis. Disebutkan dalam buku-buku mereka. Sehingga mereka mengatakan Kausa Prima inilah yang seakan-akan berfungsi sebagai Tuhan. Seakan-akan berfungsi sebagai sebab penciptaan. Tetapi yang jadi masalah adalah mereka tidak menempatkan Kausa Prima ini sebagai sebagai Pencipta sebenarnya. Tetapi mirip sahaja. Jadi akhirnya, pendapat mereka mirip yang mengatakan Tuhan tidak ada.
Ini mengatakan ada sebab-sebab utama. Tapi sebab utama tersebut, kata mereka, dia datang bersamaan dengan alam semesta. Kausa Prima tersebut azali bersama alam. Jadi bukan Kausa Prima dulu baru alam semesta belakangan. Tidak. Jadi mereka mengatakan alam dan Kausa Prima “illah Tammah” tadi sama-sama keberadaannya. Cuma ini sebab, ini akibat. Tetapi sebab dan akibat itu keberadaannya sama. Dan ini yang disebut dengan pemikiran tentang “Qidamul Alam”. Bahwasanya alam semesta ini azali.
Mereka tentu iblis masuk dalam pemikiran mereka. Mereka mengatakan bahwasanya Kausa Prima adalah suatu sebab yang sangat sempurna. Kalau suatu sebab yang sangat sempurna, maka sebab tersebut akibatnya tidak akan terlambat. Akibatnya akan bersamaan dengan sebab sehingga munculnya bersamaan.
Kita berpikir sederhana, akibat pasti setelah sebab. Saya ini sebabnya. Pena jatuh akibat. Pena jatuh kenapa?. Pena jatuh karena sebab adanya saya yang melepaskan. Nggak ada namanya sebab dan akibat bersamaan. Kalau sebab dan akibat bersamaan kita nggak tahu mana sebab mana akibat. Tapi mereka kemasukan logika iblis. Mereka mengatakan Kausa Prima ini sangat sempurna. Sehingga oleh kerana sangat sempurna, akibat yang muncul dari dia, tidak boleh terlambat. Harus sama persis dengan sebab tersebut.
Sehingga melazimkan kata mereka bahawa alam ini adalah azali bersama sebab tersebut. Jadi kata mereka Kuasa Prima tersebut adalah azali bersama alam. Karena sebab tersebut sempurna sehingga akibatnya tidak boleh terlambat harus bersamaan. Ini namanya logika. Ini mainan logika.
Kalau kita dalam Islam, ndak. Dulu Allah sendiri, tidak ada selain Allah SWT. Kalau ingin mencipta, Allah hanya mengatakan, jadi maka jadilah. Ada sebab ada akibat. Akibat muncul belakangan setelah sebab. Langsung tanpa ada jeda.
Tapi mereka enggak. Kalau mereka orang Falasifah, sebab dan akibat persis berbarengan. Akhirnya sebab yang mereka sebut dengan Kausa Prima sebagai sebab terjadinya alam semesta ini yang fungsinya seperti Tuhan. Membuat mereka menyatakan alam semesta azali bersama dengan sebab tersebut. Ini yang pertama.
Pandangan yang kedua, mereka mengatakan munculnya akibat dalam hal ini. Akibat maksudnya apa?. Alam semesta. Alam dari sebab, adalah konsekuensi dari sebab. Jadi mereka mengatakan sebab ini bukan berkehendak menciptakan akibat. Tidak. Perhatikan. Ini terlalu tinggi perbahasannya. Tapi begitulah. Mereka mengatakan. Antum bisa baca dalam Talbis Iblis.
Jadi mereka mengatakan akibat alam semesta ini bukan terjadi karena keinginan dari Kausa Prima. Tetapi dia terjadi merupakan konsekuensi dari sempurnanya Kausa Prima tersebut. Mengkonsekuensikan adanya alam. Jadi alam adalah hasil dari konsekuensi adanya sebab yang sangat sempurna. Beda.
Kalau kita orang Islam, Tuhan menciptakan, Tuhan ingin menciptakan. Selain Tuhan dulu yang Maha sempurna, tidak ada sesuatupun. Kemudian Tuhan menciptakan.
Kalau mereka, enggak. Alam terjadi bukan karena kehendak Kausa Prima. Tapi adalah konsekuensi dari Kausa Prima. Dibedakan akibat dari sebab adalah konsekuensi dari sebab. Bukan kehendak Kausa Prima. Bukan. Sehingga mereka mengatakan mereka menolak Kausa Prima ini punya keinginan. Dan ini syubhat. Mereka bilang Kausa Prima ini sudah sangat sempurna sehingga dia tidak ingin tidak melakukan sesuatu karena tujuan tertentu. Karena kalau dia melakukan sesuatu karena tujuan tertentu. Maka dia bukan Tuhan dan macam-macam.
Intinya, inilah kesimpulannya. Mereka dimasuki oleh iblis sehingga mereka mengatakan alam semesta ini adalah azali. Bukan dari tidak ada menjadi ada. Tapi ada sejak azali. Sudah ada. Jadi, konsekuensinya alam ini azali atau Alam Qadim.
Kemudian mereka mengatakan juga konsekuensi yang berikutnya. Alam azali, alam juga abadi. Tidak ada namanya alam hilang. Alam ini abadi. Kita sudah melihat matahari jutaan tahun, tidak berubah sebab abadi. Tidak akan ada namanya alam hancur. Sebagaimana dia azali. Dia berarti keberadaannya adalah azali. Pasti adanya. Kalau dia azali, maka dia juga akan abadi. Ini semua murni logika. Kemudian timbul perselisihan di kalangan mereka.
Sudah kita bahas tentang masalah bagaimana pengaruh filsafat terhadap pemikiran Firqah-Firqah yang ada dalam pengajian khusus tersendiri. Bagaimana pengaruh filsafat terhadap Jahmiyah, terhadap Mu’tazilah terhadap A’syairoh, terhadap Filsafat. Ahli Filsafat seperti Ibnu Sina dan yang lainnya.
Tapi intinya, ini benar-benar murni konsekuensi dari logika mereka. Tanpa ada dalil sama sekali. Mereka mempersyaratkan Tuhan harus begini, Tuhan harus begini, Tuhan harus memunculkan akibat. Tanpa akibat tersebut tidak boleh belakang, tapi bersamaan dengan Tuhan tersebut. Tuhan tersebut, alam yang muncul bukan karena keinginannya. Tapi konsekuensi dari kesempurnaannya. Dan alam ini azali. Dan alam ini adalah abadi. Dan ini semua tentunya bertentangan dengan aqidah yang kita miliki.
Tentu ini Ibnu Jauzi rh ketika menyebutkan ini hanya sebagian. Karena sesungguhnya mereka jadi khilaf antara Plato dengan Arisoteles dengan Plattonis. Mereka ada khilaf yang kuat yang sudah pernah saya sampaikan dalam kajian tersendiri.
Ini satu mazhab.
Jadi saya katakan tadi mazhab pertama Dahriyah, mirip dengan mazhab kedua dari sisi sebenarnya Tuhan tidak ada. Sebenarnya Tuhan tidak ada karena alam terjadi bukan karena kehendak Tuhan, tapi konsekuensi dari sebab yang sempurna tadi.
Ada pendapat yang ketiga dari kalangan Falasifah. Mereka mengatakan kami melihat Pencipta itu ada. Dalilnya kata mereka karena kami melihat alam ini “Muhdath” baru. Dari tidak ada menjadi ada. Banyak. Contoh kita manusia dulu tidak ada menjadi ada. Tumbuhan dari tidak ada menjadi ada. Kemudian sirna. Hewan dari tidak ada menjadi ada. Kemudian dimakan. Kemudian seumpamanya. Banyak perubahan. Perubahan ini menunjukkan ada “Muhdith”nya. Semua ini adalah sesuatu yang “Muhdath”. Berarti ada Penciptanya.
Terus mereka mengatakan lagi. Tetapi kami jadi bimbang. Ketika ada seorang di lautan mau tenggelam. Kemudian dia minta tolong kepada Tuhannya. Dia tidak ditolong Tuhan. Ini jadi masalah. Ini jadi seakan-akan Tuhan tidak ada. Logika kami menunjukkan Tuhan itu ada, tapi realiti kami menunjukkan Tuhan itu tidak ada. Sehingga akhirnya mereka pun khilaf tentang hakekat Pencipta tersebut.
Ada tiga pendapat. Ibnul Jauzi menyampaikan pendapat pertama, Tuhan tersebut ketika menciptakan, dia melihat ciptaannya sudah sempurna. Dia takut nanti ada perubahan maka dia pun bunuh diri. Tuhannya bunuh diri. Ini pendapat mereka. Kita bilang kok aneh Ustaz. Ini logika. Konsekuensi logika saja. Logika masing orang lain logikanya. Macam-macam. Dia lihat begini, Tuhan mungkin ada, setelah cipta dia bunuh diri. Karena kalau tidak bunuh diri dia, nanti alam bisa berubah. Dia sudah ciptakan alam yang sangat sempurna. Kalau gitu tidak ada fungsinya lagi, dia bunuh diri. Alam sudah sempurna, Tuhan bunuh diri dia bilang. Buktinya, kita panggil, tuhan tidak muncul. Berarti sudah tidak ada. Ini pendapat yang pertama.
Pendapat yang kedua. Dia mengatakan Tuhan lemah. Tuhan menciptakan makhluk terlalu hebat. Tuhan lemah, hanya nonton aja. Sudah diciptakan alam terlalu hebat, dia nggak bisa. Tuhan sudah bikin sistem, aturan, sunatullah, bahwa begini sudah aturannya, sudah berlaku, kemudian dia nonton. Dia mau ngatur nggak bisa lagi. Sehingga ada yang minta tolong, tidak bisa dia tolong.
Mereka menganggap buktinya ada kejahatan, buktinya ada bencana alam. Tuhan sudah tidak bisa ngatur lagi. Ini namanya “Muskilatus Syar”. Ada pembahasan tentang musibah. Jadi mereka berkata, kenapa ada keburukan di alam ini kalau Tuhan ada. Harusnya tidak ada keburukan. Logika mereka begitu. Ini sudah kita bahas dalam masalah pembahasan Atheis. Tapi intinya mereka mengatakan makhluk terlalu hebat. Tuhan sekedar nonton.
Pendapat yang ketiga. Mereka kata bahwasanya Tuhan menyebar dirinya ke seluruh alam. Jadi Tuhan menyatu dengan seluruh alam.
Ini semua Aqidah Falasifah Yunani yang disampaikan oleh Ibnul Jauzi rh. Jadi ini murni hanyalah sekedar logika. Iblis main logika mereka. Mereka tidak punya cahaya kenabian untuk memikirkan tentang Tuhan. Akal mereka tidak mampu. Mereka memaksakan mikir tentang Tuhan. Akhirnya mereka buntu, dan mereka pun berselisih. Sebagaimana yang kita sebutkan secara umum ada tiga pendapat besar. Ada yang menolak Tuhan. Ada yang mengatakan tuhan hanya Kausa Prima. Hanya sebab, tapi akibatnya muncul bukan dengan kehendaknya. Kemudian yang ketiga Tuhan itu ada, tapi Tuhan tidak ada fungsinya. Ini tiga pendapat dari kalangan Falasifah.
Kita lanjutkan, masih tentang Falasifah. Ibnul Jauzi juga menyebutkan dalam kitabnya Talbis Iblis tentang masalah Ilmu Tuhan, Ilmullah, Ilmu Khaliq. Termaktub dalam buku-buku mereka seperti pernyataan Arisoteles. Buku-buku Arisoteles sudah diterjemahkan dalam Bahasa Arab. Buku Plato juga. Qanun Plato. Buku-buku sudah diterjemahkan dalam bahasa Arab.
Falasifah Yunani mengatakan bahwasanya Pencipta tidak berilmu kecuali hanya diri-Nya. Sama. Ini juga logika semata. Kenapa falasifah berpendapat demikian?. Kata dia. Karena Tuhan itu sempurna. Logika sederhana. Setan masuk ke otak mereka. Tuhan itu sempurna. Tuhan tidak boleh memikirkan kecuali yang sempurna pula. Maka dia tidak boleh memikirkan tentang makhluknya yang penuh dengan kekurangan. Maka yang dia pikirkan hanya dirinya sendiri. Ini tentu ngawur ya. Logikanya masuk tapi ini iblis. Jadi logikanya syubhat. Logikanya Tuhan Maha Sempurna dan tidak boleh mikir kecuali yang Sempurna pula yaitu dirinya semata.
Kalau kita lihat sekilas ianya nampak logis. Logis menurut Falasifah Yunani. Tapi kalau kita praktekkan, ianya kekurangan. Kenapa Tuhan tidak tahu?. Kelazimannya apa?. Tuhan tidak tahu apa yang terjadi sekarang. Tuhan hanya tahu tentang dirinya saja. Tidak tahu sekelilingnya. Tidak tahu apa yang terjadi pada hewan, pada makhluk ciptaannya. Kalau kita Islam, enggak. Allah Mengetahui semua yang Allah ciptakan. Tidak ada satu daun pun yang jatuh kecuali Allah Mengetahui. Allah mengetahui makhluknya, Allah mengurus makhluknya. Betapa banyak hewan melata tidak bisa mengurus rezekinya. Allah yang ngurusin. Allah tahu. Allah tahu lirikan mata, dan apa yang disembunyikan di dada manusia. Allah tahu. Semuanya Allah tahu.
Kalau mereka, nggak. Logika mereka ini logika bahaya. Allah Tuhan sempurna, Tuhan tidak boleh memikirkan suatu yang tidak sempurna, berarti Tuhan hanya tahu tentang dirinya saja. Selainnya nggak tahu. Maka aneh. Berarti lebih sempurna makhluk daripada Tuhan. Hewan aja tahu tentang Tuhannya, manusia tahu tentang penciptanya. Saya Firanda, saya memikirkan diri saya, saya memikirkan anak istri saya,saya memikirkan tentang Allah SWT, saya mikir alam semesta, banyak yang saya pikirkan. Sementara mereka bilang Tuhan terbatas pada dirinya saja. Ini contoh logika, benar dimasuki oleh iblis. Sehingga kemudian sampai pada pemikiran seperti ini.
Logika Yang Mempengaruhi Ibnu Sina
Logika ini mempengaruhi Ibnu Sina. Ibnu Sina terpengaruh dengan logika ini. Disebutkan oleh Ibnul Jauzi sehingga dia mengatakan Allah mengetahui makhluknya secara kulli. Kulli itu maksudnya secara global dan bukan terperinci. Jadi Allah hanya mengetahui secara sunatullah berlaku. Bahwasanya kalau orang-orang menikah punya anak misalnya. Kalau orang tidak makan maka mati. Allah hanya tahu secara Kulliyyah seperti itu.
Adapun secara terperinci seperti Firanda sekarang sedang ngapain, kita sedang ngapain, Allah tidak tahu. Syubhatnya sama. Ibnu Sina punya syubhat. Dan ini saya sudah bahas dalam tesis saya syubhatnya. Apa logikanya Ibnu Sina. Makhluk berubah-ubah dan ada yang buruk. Tidak pantas Allah memikirkan ini semua. Subhanallah. Gara-gara ini, Ibnu Sina dikafirkan oleh al-Ghazali yang mengatakan Allah hanya mengetahui makhluknya secara Global, tidak secara detail. Dan ini bertentangan dengan banyak ayat. Logika murni Ibnu Sina terjebak dengan Logika Falasifah Yunani. Dia terjebak dengan logika Filsafat Yunani sehingga dia berpendapat demikian dalam buku-bukunya.
Kemudian Ibnul Jauzi juga menyebutkan ini juga mempengaruhi Mu’tazilah. Mu’tazilah yang kemudian mengatakan bahwasanya Ilmu Allah dan Qudrah Allah adalah zatnya sendiri. Ini pembahasan lebih detail. Kita tidak akan bahas karena terpengaruh dengan pemikiran filsafat bahwasanya yang namanya Tuhan itu simpel, tidak boleh terlihat, tidak boleh beragam. Jadi Tuhan itu satu kesatuan. Makanya tidak boleh mengatakan zat dan ilmu. Tapi ilmu Allah itu zat-Nya Allah sendiri. Allah berilmu, ilmu Allah adalah zat Allah itu sendiri.
Ini hanya filsafat yang tidak perlu dipahami pembahasannya. Lebih spesifik bagi orang yang membahas tentang al-Asma’ was-Sifat. Tapi intinya ini saya kasih gambaran sederhana bagaimana iblis masuk dalam pemikiran filsafat. Karena dia memikirkan tentang Tuhan tanpa ada petunjuk dari kenabian, ajaran nabi, sehingga logika menjadi liar. Masing-masing punya logika. Filsafat Yunani punya logika, Aristotle punya logika. Ibnu Sina punya logika yang masih mending sedikit, tapi sama-sama ngawur.
Kemudian berikutnya masih juga tentang filsafat. Tentang al-Ba’as, hari kebangkitan. Jadi mereka mengingkari kebangkitan jasad dan mengingkari dikembalikan ruh ke jasad. Sehingga mereka mengatakan bahwasanya surga dan neraka tidak ada.
Ini sama mempengaruhi pemikiran Ibnu Sina. Ibnu Sina terpengaruh dalam kitabnya Risalah at-Tuhiyyah. Ibnu Sina mengatakan tidak ada kebangkitan jasad. Yang ada hanya ruh. Gara-gara ini juga beliau dikafirkan oleh Ghazali karena mengingkari kebangkitan jasad.
Sama dengan pemikiran orang-orang musyrikin Arab dahulu yang Allah sebutkan dalam al-Quran, dalam Surat Yasiin di antaranya. “Orang kafir mengatakan siapa yang bisa menghidupkan kembali tulang belulang ini setelah sirna”. Sehingga dia mengatakan tidak mungkin kebangkitan jasad. Kenapa?. Murni logika. Karena logika mereka tidak sampai.
Kata mereka bagaimana?. Sederhana. Misalnya daging manusia. Sekarang dia punya jasad. Misalnya dimakan oleh ikan yu. Ikan yu akhirnya dimakan lagi oleh manusia yang lainnya. Sehingga terkadang satu daging aja di kongsi oleh beberapa makhluk. Manusia pertama ikan yu, manusia kedua sehingga ada hirisan anggota tubuh yang bergabung pada manusia pertama, dan selanjutnya. Mungkin ada yang lainnya. Sehingga mereka bilang ini tidak ada, tidak mungkin secara logika. Tidak mungkin. Kemudian bagaimana yang sudah hancur, tulang, daging yang sudah jadi unsur lain, sudah jadi pohon, sudah jadi hewan, bagaimana bisa kembali lagi. Ini semua tidak masuk logika mereka. Dan tidak masuk logika dari Ibnu Sina. Sehingga akhirnya mereka mengatakan tidak ada kebangkitan jasad.
Dan ini sudah kita jelaskan dalam pembahasan secara detail bahwa ini adalah kekufuran. Allah mampu untuk membangkitkan itu semua. Allah mampu untuk mengulangi proses kimia untuk dikembalikan kembali. Yang sudah jadi debu bisa menjadi daging kembali, dan Allah menumbuhkan. Dan manusia dibangkitkan dari bagian tubuh mereka di dunia. Kemudian juga Allah tumbuhkan bagian manusia tersebut dengan pertumbuhan tersendiri. Intinya ini murni logika. Membuat orang-orang filsafat Yunani terjebak dengan logika mereka. Karena tidak dibimbing oleh wahyu. Dan diikuti oleh sebagian pengikut mereka seperti Ibnu Sina dan yang lainnya.
Kami sedang mencari editor yang berkelayakan untuk memperbaiki transkrip serta mentakhrij dalil yang dinyatakan asatizah. Oleh itu, sumbangan dari pengguna sangat kami perlukan untuk tujuan ini. Setiap sumbangan sangat kami hargai. Semoga ianya menjadi saham yang mengalir sampai akhirat. Amin!
10 Pembaca Terbanyak