2. Talbis Iblis pada Penganut Aqidah dan Agama Yang Menyimpang

Play Video

Sekiranya ada kesilapan pada transkrip, anda boleh rujuk video ini untuk semakan.

Kami sedang mencari editor yang berkelayakan untuk memperbaiki transkrip serta mentakhrij dalil yang dinyatakan asatizah. Oleh itu, sumbangan dari pengguna sangat kami perlukan untuk tujuan ini. Setiap sumbangan sangat kami hargai. Semoga ianya menjadi saham yang mengalir sampai akhirat. Amin!

Para Penuntut Ilmu yang dirahmati Allah SWT. Kita masuk pada pembahasan kali ini tentang Talbis Iblis kepada penganut-penganut aqidah dan agama yang menyimpang yaitu bab ke-5. “al-Babul Khamis”. Bab yang ke-5 “Fi Zikri Talbisi fil Aqa’id wad Diyaanat”. Menyebutkan tentang atau penyebutan tentang talbis iblis atau syubhat iblis dalam aqidah-aqidah dan agama-agama. 

Asal Falsafah dari Yunani sebelum Yahudi dan Nasrani

al-Imam bin Jauzi rh membuka dengan pembahasan tentang “Zikru Talbisihi ala Sufsuthoiyyah”. Iaitu syubhat, kerancuan pemikiran yang dilancarkan oleh iblis kepada penganut pemikiran Sufsuthoiyah. Sufsuthoiyah berasal dari filsafat Yunani, Sofisme. Yang meragukan segala sesuatu. Dan mereka ada beberapa mazhab. 

Jadi Ibnul Jauzi mulai dengan para ahlul filsafat. Nanti dia akan menyebut Yahudi, Nasrani, Majusi, tapi belakangan. Beliau mulai dengan filsafat yang ditinjau dari bahawasanya orang-orang Yunani, Filsafat Yunani itu secara zaman, muncul sebelum Yahudi dan Nasara. Mereka sudah ada secara zaman.

Pengaruhnya Memasuki Agama Samawiyyah

Dan pengaruh mereka, pengaruh Yunani melebar sampai masuk ke dalam agama-agama Samawiyah, masuk dalam agama Yahudi, masuk agama Nasrani. Termasuk dalam Firqah-Firqah yang ada di dalam agama Islam. 

Pelbagai Mazhab Aliran Falsafah

Di antara ahli filsafat Yunani adalah Sofisme atau Sufsuthoiyah. Mereka adalah orang-orang yang mengingkari hakekat. Sofisme atau Sufsuthoiyah ini adalah pengingkar hakekat. Ini sudah pernah kita jelaskan ketika kita membahas tentang sejarah Falasifah dari kaum Yunani. Dan ini sempat viral di Yunani. Viral dan banyak penganutnya. Kemudian muncullah Socrates, kemudian Plato, kemudian ada Aristotle yang membantah mazhab ini. 

Tapi diawali kaum Yunani dari Mazhab Toba’iyyin yang mereka berusaha menjelaskan bahwasanya alam semesta muncul dengan karena tabiat. Namun mereka banyak berselisih di antara mereka. Apa sih asal-muasal alam ini?. Ada yang mengatakan udara, ada yang mengatakan api, ada yang mengatakan air, ada yang mengatakan macam-macam, ada yang mengatakan atom terkecil. Mereka khilaf yang sangat kuat dan tidak ada dalil masing-masing. Karena masing-masing hanya kembali kepada akal saja. Sehingga setelah itu muncullah masa transisi. Muncullah mazhab ini yang namanya Sofisme iaitu yang menggali hakekat. Iaitu Susuthoiyyah. Mereka mengingkari hakekat. Mereka menyangka hakekat itu tidak ada. Dan mereka ini terdiri atas tiga mazhab. 

Sufsuthoiyyah ini ada tiga mazhab. Yang pertama namanya al-Inadiyah. Ini benar-benar mengingkari. “Inad” iaitu menentang. Mereka menentang adanya hakekat. Kemudian ada yang namanya al-I’ndiyyah iaitu mereka bilang kebenaran itu relatif, subjektif. Kebenaran relatif. Hakikat itu tidak ada yang absolut tetapi relatif, subjektif. Jadi bukan objektif. Tidak ada kebenaran hakekat yang objektif. Yang ke-3 adalah La Adriyyah. Apa yang disebut absten tidak tahu, tidak tahu sama sekali. Pokoknya mazhab tidak tahu. Saya nggak tahu. Hakikat itu ada atau tidak, saya tidak tahu. Absten. Apakah hakikat ada atau tidak, saya tidak tahu. Ini mazhab as-Sufsuthaiyah dan ini yang dibahas oleh Ibnu Jauzi rh dalam kitabnya Talbis Iblis. 

al-Inadiyyah, yang Mengingkari Hakikat

Yang pertama dia bahas tentang al-Inadiyah. Ini kelompok pertama yang dibahas oleh Ibnul Jauzi dan dia bahas juga kelompok yang ke-2. Yang ke-3 tidak dibahas oleh beliau. Yang dibahas adalah al-Inadiyyah. al-Inadiyyah itu adalah orang-orang yang mengatakan bahwasanya apa yang kita lihat sekarang ini, bisa jadi sesuai dengan apa yang kita lihat, bisa jadi berbeda dengan yang kita lihat. Jadi tidak ada hakekat. Ini semua bisa jadi begini, bisa jadi begini. Tidak jelas. Jadi tidak ada hakekat. Jadi mereka ini “Syukkak”, iaitu kaum yang terjebak dalam keraguan. Mereka meragukan segala hal. Iblis telah masuk dalam pikiran mereka sehingga mereka menolak adanya hakekat. 

Hal ini karena sudah saya sebutkan tadi. Sejarah munculnya mazhab ini, karena munculnya Toba’iyyin yaitu ulama Falasifa yang berusaha mengembalikan asal muassal alam kepada natural, kepada tabiat. Apakah asal alam adalah api, Apakah asal alam adalah udara, mereka khilaf. Apakah asal alam adalah suatu atom, mereka khilaf dengan khilaf yang sangat kuat. Apakah asal alam dari penggabungan dari beberapa unsur, mereka khilaf. Tidak ada yang bisa menguatkan salah satu pendapat di antara mereka. Maka karena timbulnya keraguan seperti itu, muncullah mazhab Sofisme ini, yang mengatakan tidak ada hakekat. Bisa jadi yang kita lihat benar, bisa jadi yang kita lihat tidak benar. 

Cara Membantah Mereka Yang Mengingkari Hakikat

Bagaimana cara membantah mereka?. Di sini Ibnul Jauzi mengatakan. Para ulama membantah mereka dengan berkata, perkataan kalian ini bahwasanya tidak ada hakekat. Bisa jadi apa yang kalian, kita lihat benar. Bisa jadi tidak benar. Apakah perkataan kalian ini ada hakekatnya atau tidak?. 

Jadi bantahan Ibnul Jauzi terhadap mereka. Pertama, keyakinan kalian ini yaitu mengingkari hakekat, apakah ada hakekatnya atau tidak ada?. Ini cara membantah. Jadi kita terapkan kaedah mereka pada mereka kerana mereka mengatakan tidak ada hakekat. Jadi keyakinan kalian ini bahwasanya tidak ada hakekat ini, apakah ada hakikatnya atau tidak?. Kalau mereka mengatakan tidak ada hakekatnya, berarti selesai. Berarti pendapat kalian batil. Kalau mereka bilang perkataan kita ada hakekatnya berarti mereka mengakui ada hakekat. Jadi gampangnya, kita tanyakan keyakinan mereka yang mengingkari hakekat itu, apakah ada hakekatnya atau tidak?. Dua kemungkinan jawabannya. Jika mereka bilang ada hakikatnya berarti batillah mazhab mereka, keyakinan mereka. Kalau mereka bilang tidak ada hakikatnya, maka batil juga mazhab mereka. 

Reaksi Ulama’ Bila Berbahas Kepada Mereka

Sampai ketika para ulama membahas tentang mazhab ini, Ibnul Jauzi menyebutkan bahawa banyak ulama yang putus asa untuk berdiskusi dengan mereka. Karena mereka ini menolak hakekat. 

Kalau kita mau berdiskusi harus ada satu patokan yang kita sama-sama sepakati. Sehingga menjadi pijakan kita untuk berdiskusi. Tapi kalau segala perkara tidak ada yang kita yakini, seperti mereka penolak hakekat, Inadiyyah, Sofisme ini yang mana mereka anggap semuanya tidak ada hakekatnya, bagaimana kita mau berdialog dengan mereka. Sampai tidak ada pijakan di antara kita yang kita sepakati yang mereka mengakui itu sebagai satu hakekat. Kalau semua tidak ada hakekatnya, percuma. 

Sehingga kata para ulama bagaimana engkau berdiskusi sama mereka, yang mereka saja tidak meyakini apa yang mereka lihat. Bagaimana kau berdiskusi dengan salah seorang dari mereka, yang dia berkata saya tidak tahu apakah kau sedang berbicara dengan saya atau tidak. Jadi kita berdiskusi, dia bilang kau ini sedang ngomong sama saya atau tidak. Dia pun ragu. Bagaimana kau mau berdiskusi sama orang yang dia sendiri tidak tahu dia ini ada atau tidak ada. Jadi pikiran semua ragu. Bagaimana kau mau diskusi sama orang yang memandang bahwasanya berbicara sama dengan diam. Bagaimana kau berdiskusi sama seseorang yang meyakini yang benar sama dengan yang tidak benar. Repot. 

Sampai ketika Ibnul Jauzi menyampaikan hal ini, dia menyebutkan betapa banyak ulama yang putus asa untuk berdiskusi dengan orang-orang seperti ini. Tapi sebagian ulama mengatakan tidak. Kita harus diskusi sama orang-orang seperti ini. Ini orang lagi sakit. Diskusi. Tapi saya rasa zaman sekarang sudah tidak ada. Ada pengikut-pengikutnya seperti kaum Liberal . In Sya Allah saya akan bahas pada hari Ahad nanti yang mengatakan kebenaran semuanya relatif, tidak ada yang absolut. Itu kembali kepada mazhab ini, Sofisme. Tapi yang benar-benar murni Sofisme seperti ini, saya rasa sudah tidak ada. 

Ulama Yang Mahu Berbahas Dengan Mereka

Di antara yang berusaha untuk berdiskusi dengan mereka adalah Abul Wafa’ Ibnu Aqil dari Mazhab Hambali. Dia mengatakan kita diskusi sama mereka. Jangan biarkan. Rupanya mereka bertemu dengan orang-orang seperti di zaman para ulama tersebut. Ibnu Aqil bertemu dengan sebagian orang seperti ini. 

Dia mengatakan mereka ini seperti seorang yang punya anak. Matanya satu benar, satunya juling. Sehingga kalau dia lihat rembulan, selalu rembulannya dua dia lihat. Sehingga kalau ditanya apa yang kau lihat anakku?. Dia bilang, saya lihat rembulan dua. Kemudian kita katakan rembulan itu cuma satu. Dia mengatakan tidak, rembulan itu dua. Maka ayahnya berkata, kalau gitu coba kau tutup matamu yang juling. Dia tutup matanya. Lihat rembulan ada berapa?. Rembulan satu sekarang saya lihat. Berarti kan rembulan cuma satu. Kata dia tidak. Saya lihat rembulan satu, itu karena mata satu saya ditutup. Karena masing-masing mata melihat satu rembulan. Jadi ini melihat satu rembulan, ini satu rembulan. Sehingga ketika saya tutup salah satunya, rembulan terlihat cuma satu. Kena syubhat lagi. Maka kita bantah. 

Kita bilang kalau gitu tutuplah matamu yang baik dan bukalah mata julingmu. Ternyata bila buka mata julingnya, dia lihat rembulan dua. Berarti kamu salah tadi. Kamu mengatakan setiap mata melihat satu. Buktinya ketika ditutup mata yang benarmu, mata sakitmu yang juling melihat rembulan tetap dua. Ini cara kita menjelaskan kepada dia untuk menyadari bahwasanya dia sedang sakit. Jadi jangan putus asa. Siapa tahu orang seperti ini dapat hidayah. 

Ibnul Jauzi menyebut satu cerita dari Abul Qasim al-Balkhi. Satu hari ada seorang dari pengikut mazhab Sufsuthoiyyah, Sofisme ini. Dia berdialog dengan salah seorang ahli kalam. Kemudian terjadi diskusi. Akhirnya orang yang alim ini, ketika dia sedang diskusi sama orang alim, dia bilang ambil tunggangannya, hewannya. Suruh bawa pergi. Ketika selesai berdialog dan dia tidak merasa kalah. Dia merasa selalu menang. Maka dia keluar, ingin pergi. Ternyata dia tidak mendapati tunggangannya. Untanya sudah tidak ada. Maka dia balik kepada orang alim tersebut. Dia berkata, wahai si fulan, untaku telah dicuri. Maka orang alim ini dia mengatakan “Waihaq”. Mungkin tadi kau datang tidak pakai unta. Kau hanya menghayal saja kata dia.

“Balaaa”. Bener, saya tadi naik unta. Kata orang alim ini “Fakkir”. Coba kau pikir dulu, mungkin kau tadi datang tidak pakai unta. Kata orang ini, yang mazhab Sofisme. Dia mengatakan, saya sudah yakin, saya tadi datang pakai unta. Orang Alim ini berkata, “Tazakkar”. Coba ingat lagi. Kata dia, Celaka engkau untuk apa saya ingat lagi. Ini sudah tidak perlu saya pikir pikir. Tadi benar-benar saya datang pakai unta dan saya tidak ragu bahwasanya saya tadi datang naik unta. Maka akhirnya orang alim tadi berkata, Engkau ini bagaimana?. Engkau menolak semua hakekat, tapi kau mengatakan kau pasti yakin tadi naik unta. Sementara engkau mengatakan orang tidur sama orang sadar sama saja. Maka akhirnya orang ini pun sadar. 

Jadi sebenarnya orang yang mengatakan bahwasanya tidak ada satu yang hakekat, semuanya tidak ada kepastian, maka perlu diperbaiki. Karena mereka terjebak dalam suatu khayalan khurafat yang mengatakan semua yang kita lihat ini bisa jadi tidak seperti ini. Otak kita ini sedang diatur. Kita ini ada atau tidak ada. Kita ini sedang tidur atau sedang mimpi. Mereka berkhayal banyak. Bisa jadi kita sekarang ini sedang tidur, nanti kita terjaga satu hari. Jadi mereka menghayal dengan khayalan di luar kemampuan mereka, sehingga semua ini dianggap sebagai sesuatu yang tidak nyata. Sehingga mereka senantiasa dalam keraguan. 

Jadi tadi Ibnul Jauzi rh dalam kitab Talbis Iblis membantah dari dua sisi. Iaitu metode diskusi dan metode membawa cerita. Kalau diskusi tadi kita katakan, kamu mengingkari hakekat. Jadi keyakinanmu bahwasanya hakekat tidak ada ini, hakekat atau bukan?. Kalau dia bilang keyakinanku merupakan hakekat. Nah, berarti kau menetapkan hakekat. Maka batallah keyakinanmu. Kalau dia bilang keyakinanku ini pun tidak ada hakekatnya, sudah. Nggak usah. Kenapa diyakini kalau tidak ada hakekatnya. Yang ke-2 tadi cerita tentang orang yang mazhab Sofisme. Kemudian untanya dicuri dan dia mengatakan saya benar-benar tadi datang naik unta sehingga dia menetapkan hakekat. 

al-I’ndiyyah, yang Merelatifkan Hakikat

Firqah yang ke-2 adalah firqah al-I’ndiyyah. Ini yang relativisme. Dia mengatakan hakekat itu tidak ada yang absolut. Tetapi semuanya relatif, subjektif. Tergantung siapa yang memandangnya. Tidak ada satu keyakinan yang objektif, yang semua kita menilai sama. Masing-masing kita memandang berbeda. Kamu lihat nilainya beda, saya pun nilainya beda. Dan kita sama-sama benar. Tidak ada yang salah di antara kita. Cuma itu kebenaran menurut kamu. Menurut saya penilaiannya berbeda. Itu namanya al-I’ndiyyah. Iaitu kembali kepada perkataan “i’ndi” yang bermaksud menurutku. 

Jadi tidak ada kebenaran yang objektif. Semuanya subjektivitas. Sehingga semuanya adalah relatif. Contohnya mereka mengatakan madu bagi kamu manis, tapi bagi orang yang sakit, ianya pahit. Apakah dua-duanya salah?. Jawabannya tidak, dua-duanya benar. Tapi manis menurut kamu, pahit menurut dia. Kita nggak mungkin bilang kamu bohong. Memang dia rasakan madu tersebut pahit. Sementara orang lain kalau makan atau merasakan madu merasa manis. Dan dua-duanya tidak salah. Ini yang disebut dengan mazhab relativisme. Ini Sofisme jenis yang lain. “I’ndiyyah” menurut saya. Jadi masing-masing subjektif. Tidak bisa dipaksakan. 

Cara Membantah Mereka Yang Merelatifkan Hakikat

Bantahannya bagaimana?. Diskusi Ibnul Jauzi. Firqah ini dulu ada di zaman beliau. Sekarang mungkin tidak ada. Yang ada hanya orang liberal, nanti akan saya bahas pada hari Ahad in sya Allah. Tapi sekarang saya singgung saja sedikit. Bantahan Ibnul Jauzi yang pertama. Kita bilang keyakinanmu ini apakah pasti benar?. Mereka akan menjawab secara subjektif. Menurut kami benar, tapi bisa jadi menurut selain kami tidak benar. Karena menurut kami begini, menurut mereka mungkin salah. Nah, Ibnul Jauzi mengatakan, kalau kalian menjawab demikian, masih ada kemungkinan salah dari sisi lain, maka jangan diyakini kebenarannya. Sudah. Selesai.  

Ini berarti pendapat kalian tertolak. Karena menurut kalian pendapat kalian ini benar, menurut pihak lain menunjukkan keyakinan kalian ini tidak benar secara murni. Masih ada sisi salah menurut orang lain. Nah, kalau masih ada sisi salah, maka jangan diyakini. Ini bantahan pertama. Sangat-sangat mudah. Dan siapa yang menyaksikan bahwasanya pendapatnya bisa saja salah menurut pihak lain, maka percuma dipertahankan. Ini bantahan Ibnul Jauzi seperti ini. 

Semacam I’ndiyyah tapi bukan I’ndiyyah

Dan beliau menyebutkan mazhab yang lain juga. Mazhab yang mengatakan tidak ada yang abadi kecuali perubahan. Alam ini selalu mengalami perubahan. Sehingga tidak ada yang hakekat, yang absolut, yang menetap. Saya ngomong sama antum. Sekarang ini posisi saya begini. Detik berikutnya, kondisi saya sudah berubah, kondisi antum sudah berubah. 

Sebagaimana kita melihat air yang ada di sungai. Yang kita lihat air satu detik aja, selanjutnya sudah air berikutnya. Sehingga alam ini selalu mengalami perubahan. Sehingga tidak ada hakekat yang menetap. Ini sama seperti mazhab yang lain lagi. Dia semacam Indiyyah tapi dia bukan Indiyyah. Dari sisi pengamatan dia secara objeknya itu selalu berubah. Kalau I’ndiyyah kan objeknya tetap. Tapi cara pandang berbeda. Cara pandang subjektivitas. Ini objeknya sendiri selalu berubah. Ini mazhab yang lain lagi. Objek selalu berubah. Dan ini juga di antara mazhab penolak hakekat. Termasuk di dalam mazhab Sufsuthoiyyah.

ad-Dahriyyah, yang Menolak Adanya Tuhan Pencipta

Kelompok yang ke-2, yang dibantah oleh Ibnul Jauzi adalah ad-Dahriyah. ad-Dahriyyah itu adalah penolak adanya Tuhan Pencipta. Kita kumpulkan kelompok ini kepada Atheism. Mungkin kita bilang mereka ini orang-orang Atheis. Kelompok kedua ini kita kelompokkan kepada kaum Atheis yang menolak adanya Tuhan. 

Dua Kelompok Yang Menolak Adanya Tuhan

Disebutkan oleh Ibnul Jauzi di sini ada dua kelompok. Kelompok pertama adalah ad-Dahriyah. ad-Dahriyyah ini mengatakan alam terjadi dengan sendiri tanpa ada yang menjadikan. Alam itu ada tanpa ada yang menjadikan. Jadi tanpa Tuhan. Mereka mengatakan alam ini terjadi begitu saja. Sudah ada, tanpa ada yang menjadikannya. Ada, tanpa ada yang menjadikan. Ini suatu hal yang tentu aneh. 

Kelompok yang ke-2 adalah at-Toba’iyyun yaitu yang mengatakan alam diatur oleh tabiat. Alam semesta bukan oleh Tuhan, tapi tabiat. Maksudnya tabi’i, maksudnya natural. Jadi aturan alam dibalik semua terjadi di alam ini. Bukan kerana adanya Tuhan yang bikin aturan tersebut. Ada dengan sendirinya. Jadi mereka mengembalikan bahwasanya alam ini terjadi dengan suatu aturan yang namanya tobiat. Ini antara dua kelompok yang menolak adanya Tuhan. 

Cara Membantah ad-Dahriyyah Dengan Ilmu Sebab Akibat

Adapun ad-Dahriyyah, maka bantahan Ibnul Jauzi sederhana. Beliau menggunakan logika bahwasanya dengan ilmu yang disebut dengan ilmu dasar. Akibat tidak mungkin muncul tanpa sebab. Karena dalam ilmu dasar, ada ilmu sebab akibat. Akibat pasti ada sebabnya. Kalau pena ini misalnya jatuh, berarti pasti ada sebabnya. Ada yang menjatuhkan. Tidak mungkin dia terjatuh sendiri. Nggak mungkin. Maka contohnya kita semua sepakat kalau kita berjalan setempat, tahu-tahu ada bangunan tinggi kita lihat. Kita bilang pasti ada yang membangun bangunan tersebut. Logika sederhana. Kata Ibnul Jauzi. Jika kita melihat suatu bangunan pasti kita bilang ada yang membangunnya. Nggak mungkin terjadi dengan sendirinya. 

Nah, bagaimana lagi dengan langit. Langit ini yang begitu luar biasa. Nggak mungkin tidak ada yang bangunkan. Bagaimana bumi dengan seisinya?. Bagaimana alam semesta, jagat raya yang begitu indah, bintang-bintang, rembulan, matahari dengan aturannya. Tidak mungkin ada yang terjadi dengan sendirinya. Nggak mungkin. 

Kata Orang Badui Berkaitan Sebab Akibat

Makanya sebagian orang Arab Badui berkata, sesungguhnya kalau ada kotoran unta, menunjukkan tadi ada unta di sini. Kotoran ini masih ada. Di mana kotoran unta, ada untanya berarti. Kalau ada tapak bekas kaki, berarti ada tadi yang berjalan. Meskipun kita nggak lihat yang sedang berjalan tersebut. Meskipun kita nggak lihat untanya, tapi ada kotoran unta. Kita bilang tadi ada unta di sini. Buktinya ada kotorannya. Karena mengetahui adanya sesuatu tidak harus dengan melihatnya. Terkadang kita melihat dampaknya dulu. “Wal Athat Yadullu alal Masir”. Bekas jalan menunjukkan tadi ada orang berjalan. Kemudian orang Arab Badwi berkata langit-langit dengan bintang-bintangnya, bumi dengan jalan-jalannya, lautan dengan ombak-ombaknya. Tidakkah menunjukkan ada penciptanya. Selesai. 

Karena kita melihat akibat pasti ada sebabnya. Tidak semua sebab bisa terlihat. Tapi kalau ada akibatnya berarti menunjukkan ada sebabnya. Ada langit terbangun seperti kokohnya, tanpa ada lubang. Jadi atap yang kokoh. Menunjukkan ada yang membuat. Tidak mungkin dengan sendirinya. 

Wujudnya Diri Bukti Wujudnya Tuhan

Kemudian Ibnul Jauzi mengatakan. Bahkan seorang kalau merenungkan tentang dirinya, maka cukup dirinya itu menjadi dalil bahwasanya Tuhan itu ada. Bukan makhluk terjadi dengan sendirinya. Lihatlah bagaimana badan kita. Kalau kita mau jelaskan secara detail maka tidak cukup dalam buku ini kata Ibnul Jauzi. Tapi dia mengatakan coba perhatikan gigi kita. Nggak usah jauh-jauh. Lihat gigi kita. Ada bagian yang menggirus di belakang. Ada bagian tajam di depan. Lidah bolak-balik makanan. Kemudian menghisapnya. Bagaimana merasakannya. Tertarik untuk mengunyahnya. Ini semua ada yang bikin. Ini ada saraf-sarafnya. Kemudian masuk ke hati. Kemudian diolah. Masuk dalam lambung. Kemudian diserap oleh darah. Ini luar biasa. Tidak mungkin begini tanpa ada Penciptanya. 

Jadi kita ini makhluk yang diciptakan. Ini semua ciptaan Allah, yang Allah kalau sudah menciptakan, maka profesional. Lihat bagaimana manusia. Dia sebut tentang gigi tadi. Gigi macam-macam. Di depan gigi dia modelnya gini, ada gigi geraham, menggerus. Ada lidah untuk bolak-balik. Ada untuk mengecap, untuk membuat kita mau makan, untuk menelan dan seterusnya. Kata beliau juga, lihatlah jari-jari ini. Lihatlah bagaimana jari ini bisa dibuka, bisa dilipat, bisa bekerja dengan jari tersebut. Kemudian jari-jari ini tiada rongga di dalamnya. Kalau berongga mungkin cepat rusak. Lihatlah bagaimana jari-jari ini ada yang panjang, ada yang pendek. Tapi kalau dilipat menjadi rata. Tuhan yang bikin. Kalau dibentangkan, dia ada yang pendek. Tapi kalau dibentangkan jadi rata semuanya. Intinya, barangsiapa yang melihat hal ini maka dia tahu bahwa ada yang menciptakannya. 

Membantah “Tuhan Tidak Kelihatan”

Kemudian Ibnul Jauzi berusaha membantah syubhat Tuhan tidak kelihatan. Logika. Kemudian beliau membantah Tuhan tidak ada, Tuhan tidak terlihat. Beliau sebutkan dengan contoh. Kita sepakat dalam tubuh kita ada jiwa, ada akal. Dengan logika jiwa dan akal, yang tidak terlihat. Tapi kita yakin tubuh kita ini ada jiwa yang mengaturnya tubuh kita. Ada jiwa dalam diri ini yang mengaturnya dan akal kita yang berpikir untuk bertindak .Kita yakin kita punya akal meskipun tidak terlihat. Kita yakin punya jiwa meskipun tidak terlihat. Maka demikian pula Allah SWT. Pencipta langsung. Meskipun kita tidak melihat-Nya. Maka bukti-bukti menunjukkan dia ada. 

Pengaturan ini semua menunjukkan ada Tuhan yang mengaturnya tadi. Sesuatu itu bisa diketahui adanya. Tidak mesti dilihat. Tapi bisa dilihat dari dampak keberadaannya. Listrik sekarang tidak kita lihat. Kalau kita pegang kita berasa ada. Berarti listrik itu ada. Kita merasakan dampaknya, meskipun tidak melihatnya. Pakai apapun tidak kelihatan listrik tersebut. Sesuatu yang tidak terlihat, tapi ada aliran listrik tegangan tinggi. Kalau kita pegang, orang bisa mati, orang bisa pingsan, orang bisa terbakar. Ini semua menunjukkan bahwasanya listrik itu ada meskipun tidak terlihat. 

Ibnu Qayyim mengatakan, jiwa dan akal kita bisa mendapati kita ini mengetahui adanya akal dan jiwa. Kita secara global, kita tidak bisa perinci akal kita itu bagaimana, jiwa kita bagaimana. Kita nggak ngerti tapi kita yakin ada. Meskipun hanya bisa ditangkap secara global. Tidak terlihat secara nyata. Tetapi tiada seorangpun yang menolak untuk menetapkan adanya akal dan jiwa. Maka demikian pula lebih utama lagi tuhan. Kita tahu Tuhan secara global kita nggak tahu secara detail. Kecuali Tuhan mengabarkan tentang dirinya. Tapi yakin ada kekuatan di balik ini yang mengatur ini seluruhnya. 

at-Toba’iyyun, Menyatakan Alam Semesta Wujudnya Secara Tabiat

Kaum Athies yang ke-2 disebut oleh Ibnul Jauzi adalah at-Toba’iyyin. at-Toba’iyyin tadi mereka menyatakan bahwasanya alam semesta diatur bukan oleh Tuhan. Tapi namanya suatu tabiat. ad-Dahriyyah tadi mereka mengatakan alam adalah kebetulan. Tuhan mereka kebetulan. Tapi kalau at-Toba’iyyin tidak. Mereka berusaha secara ilmiah. Berusaha ilmiah dengan menyatakan ada tabiat yang mengatur. 

Saya katakan tadi, di sini Falasifah at-Toba’iyyin khilaf. Tabiat ini apa asalnya?. Ini asalnya, ini asalnya. Macam-macam. Tapi intinya, mereka mengatakan alam ini terjadi dengan tabiat. Ada yang mengatakan alam semesta kembali kepada api, air, udara dan tanah. Ada yang mengatakan unsur utama adalah udara. Ada yang mengatakan unsur utama adalah tanah. Ada yang mengatakan unsur utama adalah api. Tapi mereka mengatakan sifat tabiat daripada api inilah yang menjadikan terjadinya berbagai macam alam semesta. Atau berkumpulnya 4 perkara ini sehingga terjadi suatu reaksi. Maka muncullah suatu benda. Sehingga mereka mengatakan semua ini berjalan dengan tabiat. 

Membantah at-Tobaiyyun juga dengan Sebab Akibat

Bantahannya mudah. Bantahan Ibnul Jauzi yang pertama. Tabiat tersebut atau aturan alam sunnatulah tersebut tercipta oleh Allah SWT. Dia menunjukkan bahwasanya tabiat tidak bisa mengatur, dia tidak bisa bereaksi kecuali berkumpul. Terkumpul dahulu, baru kemudian terjadi sesuatu. Berarti dia pun teratur. Dia harus berkumpul dulu, dan dia tidak bisa menentukan. Kalau namanya penentu, harusnya dia bisa merdeka, secara independen. Tapi ternyata tidak. Makanya Ibnul Jauzi mengatakan yang namanya tabiat ini tidak bisa bereaksi kecuali kalau dikumpulkan, bercampur. Kemudian timbullah reaksi, muncul sesuatu yang lain. Reaksi yang muncul tadi menyelisihi sifat awal tabiat tersebut. Yakni sifat awal tabiat tersebut menunjukkan bahwasanya dia diatur, bukan dia yang mengatur. 

Jadi ini yang saya sering heran. Seperti sebahagian ahli fisik ketika mereka menemukan teori-teori fisik. Sunatullah, aturan-aturan alam begini. Teori gravitasi, teori ini, teori itu, teori gaya, macam-macam. Kemudian di antara mereka mengatakan ini semua terjadi secara sendiri seperti Steven Hawkins. Dia mengatakan sudah. Ini semua bisa terjadi tanpa ada Tuhan. Selesai. Karena aturan sudah baku. Tabiat berjalan secara natural. Sudah, tidak perlu Tuhan. 

Maka bantahannya mudah. Aturan yang rapi ini nggak mungkin ada, kecuali ada yang membuat aturan tersebut. Sunatullah. Aturan yang ada ini nggak mungkin terjadi kecuali ada yang mengatur. Kalau tidak ada aturan baku, amburadul. Itu berarti tidak ada Tuhan. Ini aturannya baku. Gaya ini, gaya gravitasi, aturan fisika, semuanya baku. Bisa diteliti dan ditemukan rumusnya. Justru itu, semakin membuat yakin bahwasanya ada yang mengatur semua ini. Ada yang bikin aturan yang sangat luar biasa, yang manusia baru tahu. Setelah mungkin ribuan tahun setelahnya. Dan masih banyak rahasia-rahasia yang tidak diketahui. Berjalan aturan baku itu menunjukkan adanya Tuhan. Bukan justru mengingkari adanya Tuhan. 

Jadi bantahan Ibnul Jauzi, tabiat tersebut tercipta oleh Allah karena tabiat ikut aturan. Apalagi kalau sudah bereaksi dengan tabiat yang lain, unsur yang lain, Maka menimbulkan suatu unsur yang baru yang berbeda dengan sifat sebelumnya. 

at-Toba’iyyun, Tuhan Membunuh Diri Setelah Mencipta Alam

Jadi mereka punya pendapat tentang Tuhan ini. Dijelaskan oleh Ibnul Jauzi rh. at-Toba’iyyin mengatakan, Tuhan setelah menciptakan, Tuhan takut ciptaannya berubah. Maka dia bunuh diri supaya ciptaannya tetap. Karena sudah sempurna dia tidak ingin berubah-ubah lagi. Maka dia bunuh diri. Ada yang sampai begitu. Ateis ada yang mengatakan bahawa Tuhan telah menciptakan seperti dia bikin jam. Sudah siap ditinggalkan sahaja kemudia dia nonton aja. Tidak punya aturan lagi. Makanya ada Ateis yang mengatakan Tuhan telah mati. Sudah jangan kau gantungkan hidupmu dengan Tuhan. Alam sudah punya aturan sendiri. Ini at-Toba’iyyin. Ini juga adalah Ateism. Ini telah dibantah oleh Ibnul Jauzi rh dalam Talbis Iblis.

ath-Thanawiyyah, Tuhan ada Dua

Kelompok berikutnya yang dibantah oleh Ibnul Jauzi adalah ath-Thanawiyyah. Mereka mengatakan Tuhan itu ada dua. Di antara ath-Thanawiyyah adalah Majusiah. Jadi ath-Thanawiyyah ini mereka bilang Tuhan itu ada dua. 

Di antaranya mereka mengatakan Tuhan dua iaitu Tuhan pencipta kebaikan dan Tuhan pencipta keburukan tanpa menunjukkan jenis tuhannya. Kemudian ada Zoroaster atau Majusi. Mereka juga mengatakan Tuhan dua iaitu Tuhan api atau cahaya yang mencipta kebaikan. Kemudian Tuhan kegelapan, zulma yang mencipta keburukan. Ini adalah manusia yang tertipu dengan iblis. Sehingga akhirnya mereka meyakini Tuhan itu ada dua. Logika mereka melihat ada kebaikan ada keburukan. Tidak mungkin Tuhan ciptakan dua-duanya. Berarti ada dua Pencipta. Karena mereka mengatakan Tuhan itu harus begini, harus begitu. Tatkala ada dua model penciptaan iaitu ada kebaikan dan keburukan, maka mereka mengatakan ini ada dua Tuhan. Jadi bedanya dengan Majusi adalah kalau Majusi menyebutkan Tuhan kebaikan adalah cahaya Tuhan keburukan adalah kegelapan. 

Bantahan Terhadap Tuhan Dua

Bantahan Ibnul Jauzi terhadap mereka ini. Saya ingatkan di sini ada dua. Bantahan pertama adalah logika dua Tuhan. Jika dua Tuhan tersebut ingin melakukan sesuatu. Misalnya Tuhan nomor satu ingin si A bergerak, sementara Tuhan nomor dua ingin si A diam. Apa yang akan terjadi?. Maka ada tiga kemungkinan. 

Yang pertama, keduanya terpenuhi keinginannya karena sama-sama Tuhan. Sekarang dua Tuhan ini bertentangan. Sekarang mereka sedang inginkan sesuatu. Satu ingin bergerak, dan satu ingin diam. Apa yang terjadi?. Kedua-duanya terpenuhi keinginannya kerana keduanya tuhan. Kalau keduanya terpenuhi keinginannya, apa yang terjadi?. Si A bergerak sekaligus diam. Karena Tuhan satu ingin dia bergerak, Tuhan dua ingin dia diam. Sehingga hasilnya apa?. Kalau ianya berhasil si A bergerak sekaligus diam. Maka ini mustahil. karena gabungan dua hal yang saling bertentangan adalah mustahil. 

Kemungkinan yang ke-2, keduanya tidak terpenuhi keinginannya. Tuhan pertama ingin si A bergerak, ternyata si A tidak bergerak. Tuhan dua ingin si A tidak bergerak, ternyata si  A bergerak. Ini juga sama mustahil karena menggabungkan dua hal yang kontradiktif, bergerak dan tidak bergerak adalah mustahil. Juga mustahil yang ke-2 ini. Maka tidak pantas untuk kedua-keduanya menjadi Tuhan karena keduanya gagal. Saya rasa bisa dipahami. 

Kemungkinan yang ke-3, hanya salah satunya terpenuhi keinginannya, dan yang lainnya tidak terpenuhi keinginannya. Maka yang terpenuhi keinginannya itulah yang berhak jadi Tuhan. Ini metode pertama, yang dibantah oleh Ibnul Jauzi terhadap logika dua Tuhan. 

Sederhana gini. Kalau ada Tuhan dua, Tuhan dua ini kalau mereka sedang punya keinginan yang berbeda, Tuhan pertama ingin si A bergerak, Tuhan kedua ingin si A diam, apa yang terjadi?. Maka tiga kemungkinan. Kemungkinan pertama kedua-dua Tuhan ini, keinginannya tercapai. Berarti apa yang terjadi pada si A?. Si A bergerak sekaligus diam, maka ini mustahil kerana menggabungkan antara dua hal yang kontradiktif. Nggak mungkin diam sekaligus bergerak. Kemungkinannya bagus. Dua-duanya terkabulkan, tapi hasilnya mustahil. Kemungkinan ke-2, kedua-duanya gagal. Tuhan pertama ingin si A bergerak, ternyata tidak bergerak. Tuhan kedua ingin si A tidak bergerak, ternyata bergerak. Hasilnya juga sama dengan pertama, tidak bergerak sekaligus bergerak. Kalau tuhan pertama bergerak sekaligus tidak bergerak untuk tuhan yang kedua. Ini juga mustahil dan ini menunjukkan keduanya tidak pantas jadi Tuhan. Karena kedua-dua keinginan mereka tidak terpenuhi. Keinginannya tidak berjalan. Kemudian yang ke-3 dan ini kemungkinan yang sangat logis. Bahawa salah satunya berhasil. Entah si A itu jadi diam atau entah si A jadi bergerak. Yang mana keinginannya berhasil, berarti dia yang berhak jadi Tuhan. Karena dia mengalahkan Tuhan yang lainnya sehingga kembali logika menunjukkan Tuhan cuma satu. 

Bantahan Terhadap Tuhan Cahaya dan Tuhan Gelap

Metode logika ke-2 untuk yang mengatakan terdapat tuhan cahaya dan gelap, Ibnul Jauzi mengatakan taruhlah Tuhan kegelapan yang selalu menciptakan keburukan. Menurut keyakinan majusi adalah Tuhan api menciptakan kebaikan, dan Tuhan kegelapan menciptakan keburukan. Tapi kata al-Jauzi, bukankah kegelapan sering bermanfaat?. Ketika ada seorang ingin dibunuh, dia bersembunyi dalam kegelapan supaya tidak ketahuan. Bermanfaat nggak? Bermanfaat. Berarti kebaikan. Berarti logika mereka Tuhan kegelapan selalu menciptakan keburukan adalah nggak benar. Karena di sana banyak kegelapan yang bermanfaat. 

Dan logika mereka bahwasanya Tuhan cahaya, api selalu bermanfaat itu juga tidak benar. Bukankah banyak api yang tidak bermanfaat. Membakar, menghancurkan, merusak, banyak kebakaran-kebakaran. Oleh karenanya, logika mereka Tuhan api selalu menciptakan kebaikan ini tidak benar. Logika yang tidak benar. Menyelisi kenyataan yang ada. 

Disebutkan bahwasanya mereka percaya dengan Tuhan api dan Tuhan kegelapan ini karena mereka melihat iblis masuk dalam benak mereka. Lantas melihat bagaimana api memberi manfaat yang luar biasa. Sehingga mereka merasa bahwasanya api ini adalah Tuhan dengan buktinya dia membawa banyak kebaikan. Sehingga akhirnya mereka beribadah kepada api tersebut. 

Saya rasa para pemirsa memang agak repot pertemuan kita kali ini karena memang Ibnul Jauzi bahas tentang para Falasifa. Tapi waktu kita juga sudah habis. Ini masih ada mazhab Falasifah yang mungkin kita tunda pada pertemuan berikutnya. Saya khawatir semakin sulit untuk dipahami. Tapi saya berusaha tadi menyampaikan intisari dari apa yang di samping Ibnul Jauzi sampaikan. Lebih detail lagi lebih jelimat, tapi kira-kira itu yang bisa saya sarikan dari kitab Talbis Iblis, terkait dengan kerancuan pemikiran iblis yang disampaikan kepada ahli filsafat, kepada Ateis dan orang-orang yang meyakini Tuhan itu ada dua.

Kami sedang mencari editor yang berkelayakan untuk memperbaiki transkrip serta mentakhrij dalil yang dinyatakan asatizah. Oleh itu, sumbangan dari pengguna sangat kami perlukan untuk tujuan ini. Setiap sumbangan sangat kami hargai. Semoga ianya menjadi saham yang mengalir sampai akhirat. Amin!

Menu Utama

Penuntut

SoalJawab

Tematik

Dialog

VIP

Kitab

Akaun

TnC

Hubungi

Tentang

Digimart

SIMPANAN

SoalJawab

VIP

Tematik

VIP

Dialog

VIP

Kitab

PAPARAN LEPAS

SoalJawab

VIP

Tematik

VIP

Dialog

VIP

Kitab

10 Pembaca Terbanyak