Hukum Masjid yang Dibangun oleh Orang Kafir

Hukum Masjid yang Dibangun oleh Orang Kafir

Hukum Masjid yang Dibangun oleh Orang Kafir

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Saya, Bu Yahya yang saya hormati, ingin mengajukan pertanyaan. Apakah masjid boleh menerima bantuan dari orang kafir? Bagaimana jika bangunan masjid didanai oleh seseorang yang bukan Muslim?

Pertama sekali, dalam hubungan kita dengan orang di luar Islam, tidak dilarang untuk menerima pemberian dari mereka, dengan syarat bahwa apa yang diberikan tidak bertentangan dengan syariat kita dan bukan sesuatu yang haram.

Kedua, kita harus menerima bantuan itu dengan cara yang terhormat. Kita tidak seharusnya merendahkan diri atau agama kita dalam proses tersebut. Misalnya, jika ada orang kafir yang membantu fakir di kampung kita dan hal itu dipublikasikan dengan cara mengekspos mereka, itu adalah merendahkan. Kita tidak boleh menerima bantuan yang disampaikan dengan cara semacam itu, terutama jika tujuannya untuk merendahkan martabat masjid atau umat Islam.

Namun, jika seorang non-Muslim memberikan bantuan kepada masjid secara sukarela dan tidak diekspos, itu adalah sesuatu yang diperbolehkan. Mungkin ini menjadi langkah awal bagi mereka menuju hidayah yang Allah berikan.

Penting untuk diingat bahwa kita harus menjaga cara pemberian tersebut. Jika ada tetangga kita yang kafir, seperti seorang nasrani, yang ingin membantu masjid yang rusak, keberikan bantuan tersebut sebaiknya berlangsung dengan cara yang wajar, tanpa diekspos, dan tetap menegakkan kehormatan umat Islam.

Kita harus berhati-hati agar tidak terlihat seolah-olah umat Islam tidak mampu berdiri sendiri tanpa bantuan dari orang luar. Jika bantuan itu datang dari harta yang halal dan tidak berasal dari sumber yang meragukan, maka tidak ada masalah untuk menerimanya. Kita harap hal ini dapat menjadi sebab datangnya hidayah bagi mereka.

Semoga apa yang saya sampaikan ini bermanfaat. Terima kasih.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Pahala Solat Jenazah

Pahala Solat Jenazah

Jangan sampai kita, meskipun disalati oleh banyak orang, tidak mendapatkan pengampunan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ini adalah rahasia yang sangat khusus antara Allah dan seorang hamba. Kita hanya perlu berhusnuzon, beranggapan baik, bahwa si fulan mati dalam keadaan Islam. Kita sering berucap, “Asalkan orang ini mati dalam keadaan beriman, insya Allah selamat.”

Bahkan jika anak-anaknya atau saudaranya tidak mau mendoakan, ketahuilah bahwa seluruh umat manusia sudah mendoakannya setiap hari. Jika seseorang mati dalam keadaan beriman, dia akan didoakan oleh umat sejagat. Kita sering mengingatkan bahwa saat ada orang yang meninggal dunia, kita berkumpul untuk mendoakan mereka dan melakukan salat. Kita yang butuh pahala dari Allah agar mendapatkan dua gunung pahala. Jangan berkata, “Kasihan mayat itu.” Hei, mayat yang meninggal dalam keadaan beriman akan didoakan oleh manusia. Semua orang berdoa di setiap kesempatan dalam salat. Khatib Jumat pun mendoakan mereka, dan doa itu diamini oleh umat sejagat.

Dengan demikian, kita melakukan salat jenazah karena kita berharap Allah memberikan pahala kepada kita. Semoga kita bisa khusnul khotimah, seperti orang yang telah meninggal, asalkan betul-betul mati dalam keadaan iman. Namun, yang menjadi masalah adalah kemunafikan. Kita harus hati-hati dengan hal ini. Seperti yang kita bahas dalam beberapa pertemuan yang lalu, ada orang-orang munafik, yaitu mereka yang hanya lahiriah memiliki iman, tetapi batinnya tidak.

Orang yang munafik, yang tidak memiliki iman sesungguhnya, biasanya menunjukkan tanda-tanda seperti mengentengkan kemaksiatan, tidak segera bertobat setelah berbuat dosa, malas dalam beribadah, serta kurang cinta kepada Nabi. Ada banyak sebab yang bisa menyebabkan seseorang mati dalam keadaan suul khotimah (akhir yang buruk). Misalnya, durhaka kepada orang tua, memutus tali persaudaraan, memakan harta anak yatim, zina yang tidak segera ditobati, dan lain-lain. Semua ini dapat menjadikan seseorang mati dalam keadaan suul khotimah, dan bisa jadi imannya dicabut saat itu, sehingga dia tidak mempunyai status sebagai orang beriman di hadapan Allah.

Oleh karena itu, kita semua harus segera kembali kepada Allah dan merasa takut jika Malaikat Izrail datang sewaktu-waktu. Rasa takut ini harus menjadi perhatian kita, terutama takut jika kita mati tanpa iman. Semoga Allah menetapkan iman kita. Amin. Semoga semuanya di antara kita diberikan ketetapan iman. Amin.

Ketika 40 orang melakukan salat jenazah untuk orang yang beriman, itu dapat menjadi sebab Allah mengampuni mereka. Subhanallah! Dengan demikian, Allah memudahkan pengampunan bagi hamba-Nya. Namun, kunci agar kita menjadi orang yang berhak didoakan adalah dengan memperbaiki hubungan kita dengan Allah dan menjaga iman kita.

Mendahulukan Solat Qadha’

Mendahulukan Solat Qadha’

Jika kita memiliki salat qada (salat yang ditinggalkan), kita harus memperhatikan beberapa hal terkait pengqadhanya. Pertama, jika kita berada dalam waktu salat yang hadir dan hanya memiliki waktu yang cukup untuk satu rakaat, sementara kita juga memiliki utang salat qada, maka perlu dilihat alasan di balik utang tersebut.

Jika utang salat disebabkan oleh pelanggaran, maka kita tetap harus mendahulukan salat yang hadir. Ini dikarenakan salat yang hadir memiliki waktu khusus, dan jika kita hanya melakukan salat qada, maka pada akhirnya kita tetap akan memiliki utang. Jadi, salat yang memiliki waktu harus dilakukan terlebih dahulu, baru kemudian kita bisa melaksanakan salat qada.

Kedua, jika utang salat kita disebabkan oleh udzur (halangan), kita diperbolehkan untuk mengqadha salat kapan saja. Dalam hal ini, tidak perlu dilakukan secara langsung atau seketika. Hal ini telah dijelaskan oleh para imam, terutama dalam mazhab Imam Syafi’i.

Hukum Memblokir Jalan untuk Hajatan

Hukum Memblokir Jalan untuk Hajatan

Bagaimana hukumnya apabila seseorang mengadakan hajatan dengan cara menutup jalan umum yang dilalui oleh orang banyak? Tindakan ini termasuk dalam bentuk ketidakbaikan dan membawa banyak mudarat. Penutupan jalan umum dapat menyebabkan kesulitan bagi pengguna jalan, kecuali jika ada alternatif lain.

Sering kali, saya terkejut melihat jalan besar yang tiba-tiba terhenti karena ada acara hajatan. Hal ini terjadi karena pihak penyelenggara membayar izin kepada aparat. Kita perlu memahami bahwa jalan umum tidak seharusnya ditutup tanpa alasan yang jelas.

Jika jalan tersebut masih ada alternatifnya, mungkin boleh dipertimbangkan. Misalnya, jika jalan yang ditutup memiliki jalan belokan yang tidak terlalu jauh, hal itu masih bisa diterima. Namun, banyak kasus hajatan di mana penyelenggaranya lebih fokus pada kemewahan, menghabiskan uang yang banyak, dan kurang memperhatikan konsep kesederhanaan.

Seringkali, acara yang digelar tidak berisi pengajian atau kegiatan yang bermanfaat, tetapi melibatkan pertunjukan lainnya yang kurang pantas. Kita doakan semoga Allah memberikan hidayah, tobat, dan pengampunan kepada kita semua.

Jika ingin menutup jalan, mohon diperhitungkan dengan baik. Jalan yang sangat penting seharusnya tidak ditutup sepenuhnya. Namun, jika ada alternatif lain, seperti jalan di sebelah yang masih bisa digunakan, maka itu masih bisa dipertimbangkan.

Perlu diingat, kepentingan umum harus diutamakan. Jika ada acara yang berkaitan dengan kepentingan umum, maka harus dipastikan bahwa penutupan jalan tidak mengganggu orang banyak. Menutup jalan besar tanpa izin bisa sangat berbahaya, terutama jika menyebabkan bus atau kendaraan umum lainnya harus berputar jauh.

Semua izin penutupan jalan harus melalui pertimbangan yang matang dari pihak berwenang. Mereka perlu memastikan bahwa keputusan tersebut memberikan kemaslahatan bagi masyarakat. Jika ternyata banyak mudarat yang ditimbulkan, maka seharusnya hal itu tidak dilanjutkan. Yang bertanggung jawab dalam masalah ini adalah pihak yang memberikan izin, sehingga mereka harus cermat dan memperhatikan dampak yang mungkin terjadi bagi masyarakat.

Bolehkah Berdzikir Menggunakan Tasbih Digital?

Bolehkah Berdzikir Menggunakan Tasbih Digital?

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Bu, saya ingin menanyakan tentang tasbih, yaitu alat untuk wirid. Biasanya, kita melihat ulama menggunakan tasbih. Sekarang ini, ada tasbih yang modelnya digital, seperti alat penghitung (counter). Apakah ini juga termasuk tasbih? Saya tahu bahwa counter sering dipakai oleh pramugari untuk menghitung penumpang. Terima kasih.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Tasbih pada zaman Nabi tidak ada yang seperti itu. Yang ada adalah biji kurma. Pada zaman Nabi, orang berdzikir menggunakan biji kurma. Namun, mungkin repot untuk menghitung dengan biji kurma, jadi akhirnya tasbih berkembang menjadi alat yang lebih mudah digunakan. Tasbih tersebut biasanya dibagi menjadi angka 100, 33, dan sebagainya. Oleh karena itu, tasbih bukanlah bid’ah.

Jika seseorang tidak ingin menggunakan tasbih, ia dapat berdzikir dengan cara lain, misalnya, setiap kali melihat mobil, ia dapat membaca “Astaghfirullahaladzim.” Ini juga tidak bid’ah. Namun, ada sebagian orang yang dengan mudah menyebut sesuatu sebagai bid’ah, padahal tidak seharusnya.

Intinya, tasbih membantu kita untuk terus berdzikir. Memang benar, jika seseorang memegang tasbih, ia akan ingat untuk terus berdzikir. Sebagian ulama berpendapat bahwa memegang tasbih dapat meningkatkan konsentrasi kita dalam berdzikir. Namun, saat belajar, kita mungkin perlu menyimpan tasbih agar tidak mengganggu konsentrasi.

Tasbih elektrik juga dapat digunakan. Justru orang yang cerdas akan memanfaatkan sesuatu yang awalnya tidak digunakan untuk kebaikan, menjadi alat untuk berdzikir. Meskipun tasbih elektrik digunakan untuk menghitung hal lain, kita dapat mengubah fungsinya untuk menghitung sholawat, yang merupakan amalan yang sangat dianjurkan.

Tasbih pada dasarnya adalah alat yang digunakan untuk berdzikir, dan tujuannya adalah untuk membantu kita tetap kontinyu dan istiqomah dalam berdzikir. Mengenai bentuknya, tidak hanya tasbih elektrik; tasbih berbentuk rangkaian juga tidak dikenal pada zaman Nabi Muhammad SAW, namun pada saat itu, para sahabat menggunakan biji kurma.

Misalnya, jika seseorang menggunakan jagung satu karung untuk berdzikir “La ilaha illallah,” itu juga boleh. Siapa yang bisa mengatakan itu bid’ah? Hal-hal semacam itu tidak seharusnya dianggap bid’ah.

Hukum Memanjangkan Kuku dalam Islam

Hukum Memanjangkan Kuku dalam Islam

Saya ingin bertanya, bolehkah memanjangkan hanya tiga jari di sebelah kiri? Insya Allah, setiap kali mau salat, kuku akan dibersihkan. Ada riwayat yang mengatakan bahwa kuku adalah tempat bersandarnya setan, baik setan lahir maupun setan batin. Jika kita berbicara tentang setan batin, tentu ada setan-setan lainnya, sedangkan setan lahir itu kotor dan bukan sunah para nabi.

Sunah fitrah termasuk memotong kuku, membersihkan bulu ketiak, serta merapikan bulu-bulu di tempat kemaluan. Jadi, memanjangkan kuku bertentangan dengan sunah. Jika ada yang masih memanjangkan kuku, insya Allah, mereka harus segera memotongnya. Namun, kita juga diingatkan untuk tidak mengejek satu sama lain.

Kadang-kadang, kita mudah mengolok-olok orang lain, misalnya, dengan berkata, “Lihat, kukunya masih panjang.” Tidak ada yang sempurna, bahkan orang yang ahli ibadah pun bisa melakukan kesalahan. Sebaiknya kita saling mengingatkan dengan kalimat yang baik dan lembut, bukan dengan cara menghimbau untuk memanjangkan kuku.

Tidak masalah jika ada yang memiliki kuku panjang, asal semuanya dibersihkan. Namun, yang kita bicarakan di sini adalah sunah nabi, yaitu memotong kuku sebagai bagian dari fitrah.

Sebab dan Cara Sujud Sahwi

Sebab dan Cara Sujud Sahwi

Kesalahan dalam salat dapat menyebabkan rasa was-was di dalam hati seorang hamba. Misalnya, ketika kita sedang salat, sering kali kita lupa apakah kita sudah melakukan tiga atau empat rakaat. Ketika ini terjadi, kita perlu mengingat kembali, apakah salat zuhur yang kita lakukan adalah rakaat keempat atau ketiga.

Jika kita tidak yakin, dan masih bingung apakah salat kita benar, maka kita bisa berpatokan pada hukum fiqih. Saat kita tidak ingat dengan pasti, sebaiknya kita anggap jumlah rakaat yang kita lakukan adalah tiga, kemudian tambah satu rakaat untuk meyakinkan diri kita. Dalam situasi ini, disunahkan untuk melakukan sujud sahwi yang terdiri dari dua sujud.

Ada beberapa sebab yang mengharuskan kita melakukan sujud sahwi. Salah satunya adalah apabila kita meninggalkan bacaan tertentu seperti qunut atau tasyahud. Jika kesalahan tersebut kita lakukan tanpa sengaja, maka tidak mengapa. Namun, bila kita berdiri dalam salat dan bingung, apakah ini rakaat yang ketiga atau keempat, maka sebaiknya kita anggap sebagai tiga rakaat dan tambah satu.

Di dalam fikih, sujud sahwi adalah cara untuk menutup kekurangan dalam salat kita. Sujud ini dilakukan sebelum salam sebagai upaya menebus kesalahan yang terjadi. Jika kita lupa melakukan qunut, baik karena sengaja atau tidak, kita akan disunahkan untuk melakukan sujud sahwi.

Bacaan yang digunakan dalam sujud sahwi sama dengan bacaan tasbih lainnya, seperti “Subhanallah.” Hal ini merupakan doa yang diajarkan oleh para ulama untuk memohon ampunan atas kelemahan kita dalam melakukan salat. Kita harus selalu berdoa dan bertasbih dengan sungguh-sungguh agar salat kita diterima.

Memilih Imam Masjid yang Tepat

Memilih Imam Masjid yang Tepat

Memilih imam yang baik untuk sebuah masjid di daerah saya sering kali menjadi masalah bagi masyarakat. Banyak yang merasa tidak nyaman dengan pembentukan pengurus masjid dan proses musyawarah yang tidak berjalan dengan baik. Kami tidak berani menegur karena kami berasal dari kalangan ilmu, sehingga sering terjadi kesalahan dalam memilih imam salat.

Tolong, kriteria imam salat yang benar seperti apa? Pertama, imam salat sebaiknya adalah orang yang tidak banyak melakukan khilaf. Ia haruslah seseorang yang dicintai oleh masyarakat dan tidak memiliki dosa besar. Meskipun semua orang tentu memiliki dosa, yang penting adalah ia tidak sering melakukan dosa besar. Imam haruslah pribadi yang baik dan tenang, bertujuan untuk menarik orang agar berkumpul di masjid.

Kedua, imam tersebut haruslah tidak melakukan dosa besar atau fasik. Jika seorang imam dikenal sebagai pemabuk atau pezina, tentu hal itu akan merugikan jamaah di belakangnya. Sebaiknya, seorang imam yang pernah melakukan dosa besar dan bertobat adalah lain cerita, tetapi jika ia terus melakukan dosa tersebut sambil menjadi imam, maka hal itu menjadi masalah.

Selanjutnya, imam juga harus memiliki bacaan yang benar dan baik. Pemahaman tentang ilmu salat, termasuk cara melaksanakan salat berjamaah, juga sangat penting. Kami sudah lama memiliki keinginan untuk mengadakan pelatihan bagi calon imam dan tukang azan supaya dapat memahami sunnah-sunnah Nabi yang sering kali dilupakan.

Baru-baru ini, di Majelis Al-Bajah, kami membahas tentang sunnah imam menurut jumhur ulama, seperti mengatur barisan setelah salat didirikan. Menghadap ke jamaah dan mengatur barisan seperti dalam perang adalah hal yang penting. Menurut Ibnu Hasyim, imam harus mengingatkan makmum untuk merapatkan barisan, dan jika tidak dilaksanakan, hukumnya adalah haram.

Oleh karena itu, para imam sebaiknya berkumpul untuk musyawarah demi menjadi imam yang baik. Salah satu sunnah yang dapat diingat adalah memberikan kesempatan kepada makmum untuk membaca Al-Fatihah setelah selesai membaca, meskipun telah mengucapkan ‘amin’. Dalam rakaat akhir dan tahiyat akhir, lengkapi juga dengan memperpanjang rukuk jika ada orang yang akan masuk.

Banyak sunnah yang tidak bisa disebutkan semuanya di sini, namun inti dari pembicaraan ini adalah pentingnya pelatihan. Kami hampir berharap adanya dorongan dari tim dakwah agar lebih aktif, karena terkadang tim dakwah ini terlihat kurang bergerak tanpa inisiatif. Harapan ini sudah kami sampaikan sejak lama, namun hingga kini belum dapat terwujud, termasuk di Islamic Center yang juga perlu perhatian.

Semoga Allah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada kita semua.

Kewajiban Menunaikan Haji

Kewajiban Menunaikan Haji

Bismillahirrahmanirrahim. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Saya ingin mengajukan pertanyaan mengenai kewajiban haji. Nama saya Muhammad Zultoni dari Kecamatan Gebang. Apabila ada seseorang yang bekerja di luar negeri dan memiliki cukup uang, apakah dia masih berkewajiban untuk menunaikan haji?

Dalam hal ini, kita perlu memahami bahwa kewajiban haji berlaku bagi mereka yang mampu. Dalam konteks ini, “mampu” biasanya merujuk kepada kemampuan materi, yang termasuk dalam hal ini adalah membayar tiket dan keperluan lainnya. Selain itu, orang yang meninggalkan haji juga harus memastikan bahwa mereka yang ditinggalkan tidak kelaparan.

Perlu diketahui, tidak ada kewajiban untuk mencari uang khusus untuk haji. Ini adalah pemahaman yang penting bagi para fuqaha. Yang wajib dilakukan oleh suami adalah mencari nafkah untuk istri dan anak.

Kewajiban untuk menunaikan haji muncul ketika seseorang sudah cukup memiliki harta. Ini berlaku tidak kira di mana mereka bekerja, sama ada di dalam atau luar negeri. Yang penting, mereka masih hidup dan memiliki peluang untuk pergi menunaikan haji.

Namun, ada faktor lain yang perlu dipertimbangkan. Jika seseorang berada di negara yang kafir dan tidak dibenarkan menunaikan haji, maka meskipun dia memiliki cukup uang, kewajiban itu menjadi tidak berlaku. Sebaiknya, jika mampu, dia hendaklah berusaha untuk menunaikan haji.

Wajibnya haji dalam Islam dimulai dengan niat yang kuat. Niat ini harus ada sebelum mendaftar dan melakukan perjalanan ke tanah suci. Tidak ada batasan waktu yang ketat; seseorang mungkin merencanakan untuk melaksanakan haji tahun ini atau tahun depan. Namun, bagi mereka yang sudah memiliki cukup rezeki, sebaiknya tidak melupakan niat untuk pergi haji, kerana melupakan niat tersebut adalah satu dosa.

Oleh itu, perlu diingat bahawa haji adalah sesuatu yang harus direncanakan dengan baik. Jika ada alasan yang sah, seperti menunggu anak untuk berkahwin, itu boleh difahami. Namun, kita harus selalu ingat bahwa kewajiban haji tetap ada bagi yang berkemampuan.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Hak Nafkah Setelah Perceraian

Hak Nafkah Setelah Perceraian

Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh.

Saya ingin menanyakan tentang situasi di mana seorang suami yang sudah bercerai tidak memberikan nafkah kepada anaknya yang tinggal bersama ibunya. Bagaimana penjelasan mengenai hal ini? Terima kasih. Wassalamualaikum warahmatullah wabarakatuh.

Dalam keadaan di mana suami tersebut mampu, sebenarnya dia memiliki kewajiban untuk memberikan nafkah kepada anaknya. Jika anak tersebut tinggal bersama ibunya, seharusnya suami yang bertanggung jawab memberikan biayanya kepada mantan istri, karena dia adalah yang merawat anak itu. Hal ini jelas menunjukkan bahwa suami yang tidak mengasihi dan tidak memberikan nafkah kepada anaknya dalam kondisi mampu adalah zalim.

Sering kali, ada orang yang menikah tanpa memikirkan tanggung jawab finansial terhadap anak-anak mereka. Di hadapan Allah, mereka wajib memberi nafkah kepada anaknya, kecuali jika mereka benar-benar tidak mampu, seperti dalam keadaan fakir. Dalam kasus di mana seorang suami tidak mampu memberikan nafkah, dia seharusnya meminta maaf kepada mantan istrinya karena telah mengabaikan tanggung jawabnya dalam merawat anak.

Terkadang, ada yang terlalu sombong untuk bertemu, tetapi penting untuk menyadari bahwa semua tindakan ini bisa mendatangkan murka Allah. Jika tidak mampu, mengakui kesalahan dan meminta maaf adalah langkah yang lebih baik. Bagi yang mampu, diharuskan untuk tetap berusaha memenuhi tanggung jawab nafkah tanpa tawar-menawar. Allah akan menuntut pertanggungjawaban di akhirat.

Terima kasih.